Tuesday, May 29, 2018

Writing Therapy: Alternatif Pelepasan Emosi


Photo by J. Kelly Brito on Unsplash

Menulis belum menjadi budaya masyarakat Indonesia. Pembahasan media terkait susahnya menumbuhkan kebiasaan menulis menjadi salah satu indikasinya, seperti tertulis di sini dan sini.  Banyak anggapan banwa menulis hanya dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki profesi penulis, diperlukan bakat untuk melakukannya. Namun sebenarnya, berbeda dengan bentuk karya seni lainnya seperti melukis, menyanyi atau menari, menulis justru tidak memerlukan bakat khusus. Semua orang dapat menulis.

Disarikan beberapa artikel terkait aspek psikologis menulis, dari sini dan sini, menulis dipercaya sebagai sarana pelepasan emosi yang positif. Aktivitas menulis dapat meningkatkan aspek pengembangan sekaligus sarana pengobatan diri. Dalam ilmu psikologi, dikenal dengan istilah katarsis.

Katarsis adalah metode psikologi yang menghilangkan beban mental seseorang, dengan menghilangkan ingatan traumatis dengan membiarkannya menceritakan semuanya

JS Badudu

Berdasar dari ilmu teoretis menulis sebagai katarsis, talkshow writing therapy yang diadakan pada Sabtu, 26 Mei lalu diadakan. Acara ini diselenggarakan oleh komunitas menulis yang didirikan oleh Deka Amalia, Women Script Communitysebagai bagian dari acara launching dua buku terbitan Writerpreneur Club.

Nuzulia Rahma & Deka Amalia saat memberikan paparan materi

Acara ini dipandu oleh Deka Amalia sendiri, dengan narasumber Nuzulia Rahma. Nuzulia Rahma adalah seorang psikolog yang sudah piawai dalam melakukan terapi psikologi melalui aktivitas menulis. Nuzulia, atau akrab dipanggil Mbak Lia, menceritakan pengalamannya dalam melakukan terapi menulis, serta manfaat-manfaat yang didapatkan darinya.

Manusia memiliki banyak peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Dalam satu hari pun, banyak hal terjadi, dari mulai bangun tidur sampai kemudian kembali lagi ke tempat tidur. Semua peristiwa ini, kapanpun terjadinya, nantinya akan tersimpan di alam bawah sadar. Hal ini adalah fitrah, ada bagian otak yang sadar dalam berpikir dan ada bagian yang tidak sadar, yang kita kenal dengan alam bawah sadar itu. 

Nah menurut Mbak Lia, dalam perjalanan waktu, tidak semua peristiwa yang terjadi dalam hidup terlupakan begitu saja. Beberapa hal, walau katanya kita sudah melupakan atau move on, tetap masih tersimpan. Misalnya saja, satu peristiwa buruk terjadi dalam hidup, dikhianati teman sendiri. Walau secara lisan telah memaafkan, namun peristiwa menyakitkan ini tidak sepenuhnya hilang dari diri kita. Berkumpulnya semua kejadian hidup dalam diri, senang atau sedih, lama-lama akan menumpuk. Dari penumpukan peristiwa di alam bawah sadar inilah, mulai terjadi berbagai sumbatan emosi. Macam-macam bentuk sumbatan emosi ini, bisa berupa trauma, depresi, agresif, apatis, pasrah pada keadaan, apa saja. 

Melalui menulis, sumbatan emosi ini coba dikeluarkan. Menulis adalah salah satu cara untuk membuang sampah-sampah yang tersimpan di alam bawah sadar. Saat menulis untuk melepaskan emosi, cari tahu tujuan yang ingin kita capai. Meluapkan atau menyelesaikannya.

gambar dari sini

Menulis Sebagai Sarana Meluapkan Emosi

Berbagai macam hal yang dipendam dalam hati, pada akhirnya akan memuncak, keluar dalam bentuk berbagai macam emosi. Menulis dapat digunakan sebagai alat untuk mengeluarkan semua masalah dalam hati. Nyampah, kalau bahasa orang sekarang dan sering kita dengar. Kalau cukup beruntung memiliki orang lain untuk berbagi sampah setiap saat, tentu sangat menyenangkan hidup. Namun tidak selamanya setiap orang siap menerima sampah kita bukan? Bukan karena mereka adalah teman atau pasangan yang tidak baik, namun menerima sampah dari orang lain itu melelahkan. Bayangkan kita menerima curhatan teman setiap saat, setiap hari. Gerah bukan jadinya. 

Cobalah menulis.

Tidak diperlukan keahlian khusus untuk dapat menulis, bukankah ini salah satu keahlian dasar yang kita pelajari sejak kecil? Sampai saat ini pun, hidup kita tidak lepas dari menulis, walau hanya dalam skala membalas pesan whatsapp atau membuat status di salah satu akun media sosial kita. Semua sama aktivitasnya, menulis, hanya medianya yang berbeda.

Artikel ini mempunyai cara menarik untuk membiasakan diri menulis secara teratur, atau setidaknya saat pikiran terasa penat dan lelah.
  1. Free writing - menulis secara bebas, apa saja tanpa sensor, tanpa takut salah. Tuliskan apa saja yang ada di dalam pikiran saat itu. Perasaan kita, aktivitas yang baru saja dilakukan, rencana kerja, apapun.
  2. Pen poetry - tulis dalam kalimat-kalimat pendek tentang berbagai hal, hampir sama dengan free writing, tapi lebih terstruktur. Gunakan alat bantu seperti foto atau barang kenangan, dan tuliskan puisi berdasar hal tersebut.
  3. Menulis surat - untuk orang lain atau diri sendiri. Tidak perlu diberikan, cukup berpura-pura. Mungkin banyak hal yang ingin disampaikan, namun tidak terwujud. Untuk diri sendiri, dapat juga menuliskan surat untuk diri yang berusia lampau, saat masih duduk di bangku SD atau belum bersekolah. Dapat juga menuliskan untuk diri sendiri di masa depan.
Apabila membutuhkan sedikit dorongan untuk memulai, coba beberapa cara yang diambil dari sini berikut:
  • Menulis apa saja yang terlintas dalam pikiran dengan waktu yang ditentukan, disarankan timing antara lima sampai sepuluh menit
  • Membuat daftar apa saja yang kita syukuri dalam hidup
  • Membuat jurnal yang berisikan selfie diri kita sendiri
  • Membuat catatan atau daftar lagu kesukaan
  • Catat pencapaian terbaik setiap saatnya
gambar dari sini

Menulis Sebagai Sarana Menyelesaikan Masalah

Setelah semua masalah dapat diluapkan melalui berbagai metode di atas, tiba saatnya untuk menyelesaikan semuanya. Kenapa harus diselesaikan? Coba kita lihat dengan analogi cerita berikut, seperti dipaparkan Mbak Lia dan Mbak Deka dalam sesi akhir pekan kemarin.

Pernahkan kita merasakan satu masalah yang sama datang bergantian, berbeda bentuk namun inti tema besarnya tetap sama. Katakanlah, hubungan percintaan yang berkali-kali kandas di tengah jalan, kemarahan tanpa alasan terhadap anak yang sering terjadi, berulang-ulang menjadi kambing hitam pada setiap project di kantor atau entah mengapa kita selalu memiliki teman dengan sifat yang sama menyebalkan sepanjang hidup kita.

Pada kejadian-kejadian tersebut, pernahkah kita melakukan refleksi diri? Apa sebabnya masalah tersebut berulang-ulang terjadi pada diri kita? Mengapa masalah yang sama terus menerus hadir dalam hidup kita?

Mbak Lia mengungkapkan, ada faktor emosi tertentu yang berperan besar disini. Emosi yang sama akan terus menerus menarik peristiwa yang sama pula. Melalui terapi menulis, kita akan diajarkan untuk menulis dengan terarah. Tentu harus dengan panduan profesional, karena salah pengarahan sedikit, bisa-bisa emosi yang keluar nanti malah semakin tidak terkontrol.

keseruan diskusi selama acara dimana partisipan banyak melempar pertanyaan 

Tidak masalah metode penulisan apa yang dipilih. Manual dengan pensil dan kertas atau melalui komputer, selama dilakukan mengikuti panduan yang diberikan, sah saja dilakukan. 

Seperti terapi lainnya, writing therapy ini harus dilakukan dengan penuh kesadaran dari diri sendiri, tidak ada paksaan. Katakan kita bermasalah dengan pasangan, tidak perlu menunggu pasangan untuk mau ikut terapi agar masalah terselesaikan. Apabila baru salah satu pihak yang siap menjalani terapi, lakukan saja dari satu pihak tersebut. Tidak perlu menunggu. 

Layaknya semua terapi psikologi lainnya, terapi akan lebih berhasil apabila ada kesadaran dari diri sendiri, ada masalah yang dimiliki.

Mbak Lia dan Mbak Deka rutin mengadakan terapi menulis ini, yang biasanya berupa workshop satu hari penuh. Saya sendiri jadi tertarik mengikutinya, semoga dalam waktu dekat segera ada kelas yang dibuka.

peluncuran buku antologi yang menjadi salah satu bagian dari rangkaian acara sore itu.

Acara hari itu ditutup dengan buka puasa, pembagian door prize dan sesi foto bersama. Sungguh akhir pekan yang penuh dengan insight bermanfaat. 

Jadi tunggu apalagi? Yuk, mulai menulis.



10 comments:

  1. Emang bener, tuh, sebenarnya semua bisa menulis. Hanya saja karena anggapan menulis untuk dibaca orang tertentu, jadinya aktivitas menulis masih kurang karena inginnya dibaca. Padahal menulis cukup bagus untuk meluapkan pikiran-pikiran yang nyangkut di kepala.

    Saat ini, saya sendiri masih lebih suka menulis daftar karena takutnya nanti kelupaan. Mungkin dengan beranggapan menulis seakan-akan memang ada yang membacanya bisa memotivasi saya untuk segera menyelesaikan draft di blog, hehe :"D

    So, terima kasih banyak sudah berbagi, kak! >v<

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ih iya bener banget, kadang pengennya nulis biar ada yang baca. Padahal menurut salah satu artikel yang aku baca, lebih banyak penulis daripada pembaca sekarang. haha. Memang enaknya kita buat tujuan nulis buat diri sendiri dulu kali ya, kalau bermanfaat untuk orang lain syukur, kalau ga ya at least bermanfaat buat kita.

      semangat yaa nulisnya, kita mulai dari yang kecil-kecil aja. nulis daftar emang paling enak. macem top 10 to do, top 5 favorite dll dsb. Bisa nulis macem itu aja dulu kali ya.

      Terima kasih juga sudah mampir yaaaa

      Delete
  2. Pak Habibie waktu ditinggal Bu Ainun juga terapinya dengan menulis, dan jadilah sebuah buku tentang cintanya yang luar biasa

    Saya juga dulu suka menulis diari, lebih seringnya pas ada pengalaman sedih ajah sih, nah pas dibaca sekarang suka kerasa sedihnya lagi, sakit hatinya lagi, nyeseknya lagi, kayaknya dulu pas saya nulisnya beneran nangis deh pake hati, hehehehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kebayang yaa kalau sambil sedih, tulisannya dapet banget itu aspek emosinyaa.... keren Mbak bisa lepas gitu nulisnya, aku masih suka ditahan-tahan haha.

      Delete
  3. Aku setuju banget nih. Aku juga kalo lagi galau atau apapun pasti nulis. Nulis di mana aja sih. Blog, grup whatsapp, atau diary juga sering hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ide jangan sampai lewat itu kalau di manapun harus nulis mba... 👍

      Delete
  4. Aku kalau lagi galau, sedih, bahkan senang ditulisin. Rasanya plong. Makasih sharingnya mbk. Salam, muthihauradotcom

    ReplyDelete
  5. Entah kenapa setalah aku menulis ataupun posting di blog ada perasaan lega yang terselubung.. Seperri ada bebam pikiran yang dilepaskan dari otak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. nah iyaa mba benar, itu juga yang aku rasakan setiap habis nulis.. semacam pikiran dan badan lebih enteng gituu...

      Delete